Langsung ke konten utama

DARAH KEBIASAAN WANITA (HAID, ISTIHADHAH, NIFAS dan WILADAH)

 

DARAH KEBIASAAN WANITA
(HAID, ISTIHADHAH, NIFAS dan  WILADAH)
Anis Sandria : 11511203602
Juni Eka Sari: 11511203697
Muhammad Redho : 11511101213*

A.  HAID
1.    Definisi Haid
Kata haid menurut bahasa artinya adalah banjir/ mengalir.[1]Dikatakan Hādha Al-Wādī yaitu apabila sebuah lembah mengalami banjir. Disebut haid karena mengalirnya darah pada waktu-waktu tertentu sama seperti halnya  mengalirnya air disuatu lembah ketika turun hujan.[2]Menurut istilah syara’, haid ialah darah yang keluar dari ujung Rahim perempuan ketika dia dalam keadaan sehat, bukan semasa melahirkan bayi atau semasa sakit, dan darah tersebut keluar dalam masa yang tertentu.[3] Menurut Al-Azhari, Haid  adalah darah yang keluar dari Rahim wanita setelah usia baligh dan keluarnya pada masa tertentu.[4] Dalam sumber lain dijelaskan darah haid ialah darah yang keluar dari wanita secara alami,[5] bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu (siklus bulanan),  serta terjadi secara berkala setiap bulannya.[6]
Hukum berkenaan haid terdapat dalam firman Allah SWT, dalam QS Al-Baqarah ayat 222,

štRqè=t«ó¡ourÇ`tãÇÙŠÅsyJø9$#(ö@è%uqèd]Œr&(#qä9ÍtIôã$$sùuä!$|¡ÏiY9$#ÎûÇÙŠÅsyJø9$#(Ÿwur£`èdqç/tø)s?4Ó®LymtbößgôÜtƒ(#sŒÎ*sùtbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sùô`ÏBß]øymãNä.ttBr&ª!$#4¨bÎ)©!$#=ÏtätûüÎ/º§q­G9$#=Ïtäuršúï̍ÎdgsÜtFßJø9$#ÇËËËÈ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[7] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[8] apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
 Di dalam hadits juga dijelaskan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
هذا شئ كتبه الله علي بنات ادم
Ini adalah perkara yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada anak-anak Adam yang perempuan.”[9]
2.    Tanda-Tanda Baligh
Baligh artinya sampai umur.Orang yang sudah baligh biasa disenbut orang mukallaf.[10] Seoramg anak bisa dihukumi baligh apabila sudah memenuhi salah satu dari tanda baligh di bawah ini:
a.    Genap berumur 15 tahun Qomariyah/Hijriah bagi laki-laki atau perempuan
b.    Keluar seperma pada saat minimal usia 9 tahun Hijriyah bagi laki-laki atau perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS An-Nur ayat 59.
#sŒÎ)urx÷n=t/ã@»xÿôÛF{$#ãNä3ZÏBzOè=ßsø9$#(#qçRÉø«tFó¡uù=sù$yJŸ2tbxø«tGó$#šúïÏ%©!$#`ÏBöNÎgÎ=ö6s%4šÏ9ºxx.ßûÎiüt7リ!$#öNà6s9¾ÏmÏG»tƒ#uä3ª!$#uríOŠÎ=tæÒOŠÅ6ymÇÎÒÈ
“dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin[11]. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
c.    Haid
d.   Hamil/Melahirkan[12]
3.    Usia Haid
Haid mulai keluar ketika perempuan mulai masuk umur baligh, yaitu ketika lebih kurang Sembilan tahun qomariyah[13] hingga masa terputusnya haid yang disebut dengan sin al-yas (umur putus haid / monopouse)[14] . Jika perempuan mendapati darah (keluar dari kemaluannya) sebelum umur sembilan tahun ataupun setelah dari umur dari umur putus haid , maka darah itu bukanlah darah haid,  tetapi darah penyakit.[15]
Dalam sumber lain juga dijelaskan bahwa umur minimal perempuan mendapat haid adalah genap Sembilan tahun menurut pendapat (pertama) yang shahih. Pendapat kedua mengatakan, awal umur Sembilan tahun. Pendapat ketiga, lewat pertengahan usia Sembilan tahun. Yang dimaksud adalah tahun- tahun qomariyah menurut seluruh pendapat-pendapat tersebut.ketentuan ini adalah untuk mendekatkan kepada pendapat yang ashah.[16]
4.    Sifat Darah Haid
As-Syafi’I menjelaskan sifat darah haid yaitu panas, pekat, dan berbau tidak sedap.[17]Untuk disebut sebagai darah haid, warna darah yang keluar dari kemaluan yaitu bewarna hitam atau merah kental (tua), merah, kuning, dan abu-abu (antara merah dan kuning).[18]
Warna hitam atau merah kental (tua) adalah warna darah haid menurut kesepakatan ulama ulama.Adapun merah adalah warna asli darah. Warna kuning adalah apa yang dilihat wanita seperti nanah yang berwarna kekuning-kuningan, sedangkan warna keruh adalah adalah darah yang warnya kekeruh-keruhan  (tengah-tengah antara warna putih dan hitam). Sementara warna abu-abu adalah warna seperti warna debu.[19]
Pendapat ulama Hanafi mengatakan, bahwa warna darah haid ada enam yaitu hitam, merah, kuning, keruh, kehijauan[20], dan warna seperti tanah.Ini menurut pendapat yang ashah. Sewaktu haid jika dilihat ada darah dengan warna-warna tersebut, maka ia adalah darah haid sehingga ia mendapati warna putih; yang berarti darah haid sudah berhenti. Ini dapat diuji sendiri oleh perempuan yaitu dengan cara memasukkan kapas ke dalam kemaluannya, dan jika di dapati warna putih, maka dia telah suci dari haid.[21]
Ulama mazhab Syafi’I menyusun daftar warna darah haid menurut kekuatannya. Mereka mengatakan bahwa warna darah haid ada lima yaitu (yang terkuat) hitam, merah, warna coklat (warna seperti tanah),  kuning, darah keruh. Sifat darah haid ada empat, yang terkuat adalah kental dan busuk, kemudian busuk, kemudian kental, kemudian tidak kental, dan tidak busuk.[22]
Dalil yang menunjukkan bahwa warna-warna ini dianggap sebagai haid jika keluar pada masa datangnya  haid yaitu keumuman  firman Allah SWT dalam QS Albaqarah ayat 222. Masalah ini juga terdapat dalam beberapa hadist.di antaranya adalah kata Aisyah, “perempuan dibagi kapas (yang dimasukkan kedalam kemaluannya untuk menguji apakah masih ada darah atau tidak).Jika terdapat warna kuning dan keruh, makaitu adalah dari darah haid.” Lalu Aisyah berkata lagi, “ Tunggulah hingga engkau mendapat air putih,” maksudnya ialah hingga suci dari haid.[23]
5.    Ketentuan Darah Haid
Warna, sifat, kuat dan lemahnya darah haid tidak menjadi acuan dalam penentuan hukum darah haid.Sebab pembahasan kuat dan lemahnya darah, hanya untuk menentukan darah haid takkala wanita mengalami istihadhah (keluar darah lebih dari 15 hari).Dengan demikian meskipun warna dan sifat darah berubah-ubah, kalua masih dalam batasan hari haid tetap dihukumi haid.
Darah yang keluar dihukumi haid apabila memenuhi empat syarat, yaitu:
a.    Kurang dari wanita yang usianya minimal 9 tahun kurang 16 hari kurang sedikit.
b.    Darah yang keluar minimal 1 hari 1 malam, jika keluar secara terus menerus, atau sejumlah 24 jam jika keluar secara terputus-putus asal tidak melampaui 15 hari,
c.    Tidak lebih 15 hari 15 malam.
d.   Keluar setelah masa minimal suci, yakni 15 hari 15 malam dari haid sebelumnya.
Jika seoramg wanita mengeluarkan darah, namun tidak memenuhi persyaratan di atas, maka darah yang keluar tidak dihukumi haid, tetapi disebut darah istihadhah.[24]
6.    Masa Haid
Para ulama berbeda pendapat mengenai masa haid terpanjang dan terpendek.Imam Malik berpendapat, bahwa waktu terpanjang adalah 15 hari.Dan inilah pendapat yang dipegang oleh Syafi’i.Sementara Abu Hanifah menilai waktu terpanjang adalah 10 hari.[25]
Adapun masa haid paling pendek, mazhabMaliki berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal haid, apabila dinisbatkan pada hukum-hukum ibadah.Haid sekurang-kurangnya ialah satu tetesan.Darah itu dianggap sebagai haid dan hendaklah wanita tersebut mandi jika darah itu berhenti.Adapun jika dihubungkan dalam masalah ‘iddah dan pembuktian tidak hamil (Istibraa’), maka darah haid sekurang-kurangnya adalah 1 hari atau setengah hari.[26]
Masa maksimal haid berbeda bagi tiap wanita.Umumnya dia dibagi menjadi empat kategori, yaitu perempuan yang baru mulai mengalami haid, perempuan yang sudah terbiasa mengalami haid, perempuan hamil, dan perempuan yang keadaannya bercampur.Perempuan yang baru mengalami haid, masa maksimalnya adalah 15 hari.darah yang lebih dari masa itu dianggap darah penyakit.Perempuan yang biasa didatangi haid, masa maksimalnya ditambah 3 hari lagi melebihi masa biasa. Dan untuk menentukan masa biasa, cukup dengan mengamatinya ketika berlaku haid selagi ia tidak melebih setengah bulan.[27]
Perempuan hamil, paraulama berbeda pendapat tentang darah yang dilihat darah pada wanita hamil, apakah darah itu dianggap haid atau Mustahadah.Malik dan Syafi’I dalam salah satu pendapatnya yang paling shohih berpendapat bahwa wanita hamil mungkin saja mengalami haid.Sementara Abu Hanifah, Ahmad, Ats-Tsauri dan ulama lainnya berpendapat bahwa wanita hamil tidak mugkin mengalami haid, darah yang keluar pada masa hamil adalah darah penyakit kecuali darah yang menandakan kelahiran. Mereka semua sepakat bahwa itu adalah darah nifas, dan hukumnya sama dengan hukum haid dalam hal larangan melakukan sholat dan hukum-hukum lainnya.[28]
Malik dan pengikutnya tidak memiliki pendapat pasti tentang batasan mengetahui transisi antara darah haid pada wanita hamil pada istihadhah. Bahkan pendapat mereka berbeda:
a.         Hukumnya seperti haid biasanya. Yakni dapat ditunggu habisnya masa haid terlama, kemudian setelah itu dapat dipastikan bahwa darah yang keluarnya setelahnya adalah darah istihadhah.
b.        Wanita yang mengalaminyamasih dalam kondisi haid, yang dihitung dua kali masa haid terpanjang.
c.         Masa terpanjang haid dikalikan dengan bulan kehamilan. Misalnya: jika berada pada dua bulan kehamilan, maka masa maksimalnya dikalikan dua, jika pada tiga bulan kehamilan, maka masa maksimalnya dikalikan tiga. Dan begitulah seterusnya.[29]
Sebab perbedaan pendapat ini yaitu sulitnya meneliti kondisi berdsarkan pengalaman, ada dua kemungkinan :
a.         Terkadang darah yang terlihat pada wanita hamil memang darah haid. Itu terjadi kala si wanita berada dalam kondisi tubuh prima sementara janin yang dikandungnya kecil. Kondisi seperti itu membuat si wanita sanggup dalam menahan beban, begitulah yang dikatakan oleh Baecrath dan dokter-dokter lainnya.
b.        Terkadang darah yang keluar ditumbulkan oleh lemahnya si janin disebabkan lemah fisik si ibu. Dan darah ini dianggap darah penyakit.[30]
Adapun yang dimaksud dengan wanita yang bercampur-campur kondisinya ialah wanita yang mendapati haid selama sehari atau beberapa hari, dan mengalami suci satu hari atau beberapa hari, sehingga tidak mengalami masa suci secara sempurna.Dalam kasus seperti ini, maka masa datangnya darah digabungkan dan dihitung sehingga mencukupi masa maksimalnya.Yaitu 13 hari.Sedangkan masa-masa suci yang ada ditengah-tengahnya tidak perlu dihitung.Jika didapati darah keluar lebih dari masa maksimal yaitu 15 hari maka itu adalah darah istihadhah.[31]
Pada setiap hari dimana tidak ada darah keluar, hendaklah dia mandi dengan anggapan bahwa masa sucinya telah sempurna.Dan pada tiap hari dimana dia melihat darah, maka itu adalah darah haid.Oleh karena itu, dia harus menjauhkan diri hal-hal yang dilarang pada waktu haid.[32]
Ulama Syafi’I dan Hanbali berpendapat, bahwa masa haid sekurang-kurangnya adalah 1 hari 1 malam, yaitu 24 jam dan darah tersebut keluar terus menerus sesuai dengan kebiasaan. Jika wanita tersebut melihat darah kurang 1 hari 1 malam maka itu darah istihadhah.[33]
Adapun menurut kebiasaan (Al ‘aadah) enam atau tujuh hari.Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW kepadah Himnah binti Jahsh semasa beliau ditanya olehnya.
تحيضي في علم الله ستة أيام او سبغة , ثم اغتسلي و صلي أربعا و عشرين ليلة و ايامها أو ثلاثا و عشرين ليلة فإن ذلك يجزيك
Engkau berada dalam keadaan haid menurut ilmu Allah, selama 6 atau 7 hari. Kemudia hendaklah kamu mandi dan sholat selama 24 hari, serta malamnya atau 23 malam, karena itu sudah cukup bagimu”[34]
Adapula yang mengalami haid tiap 5 bulan sekali atau 1 tahun sekali.Bahkan ada yang selama hidupnya tidak pernah mengalami haid, seperti yang dialami Fatimah binti Rasulullah.[35]
7.    Masa Suci
Jumhul ulama selain Hanbaliberpendapat masa suci paling minimal yang memisahkan antara dua haid adalah 15 hari.Karena, dalam setiap bulan pasti ada haid dan suci jika masa maksimal masa haid adalah 15 hari, maka masa minimal juga demikian yaitu 15 hari. Tidak ada batasan bagi masa suci, Karena ia dapat berterusan selama setahun ataupun dua tahun. Kadang-kadang seorang wanita tidak pernah didatangi haid sama sekali dan kadang-kadang didatangi hanya sekali selama setahun. Menurut ulama mazhab Hanbali, masa suci antara dua haid sekurang-kurangnya adalah 15 hari.[36]
Menurut kesepakatan ahli fiqih, tidak ada batasan maksimal untuk batasan suci.Maksud masa suci adalah masa bersihnya wanita dari darah haid, dan nifas.Suci itu ada dua tanda yaitu darah menjadi kering dan air putih lembut yang keluar pada darah haid.[37]

B. NIFAS
     1. Defini Nifas
Nifas menurut bahasa melahirkan.Sedangkan menurut istilah adalah darah yang keluar dari farjun perempuan setelah melahirkan atau belum melebihi 15 hari setelahnya, bila darah tidak langsung keluar.[38]Nifas adalah merupakan darah yang tertahan tidak bisa keluar didalam rahim selama hamil.[39] Adapun hukumnya adalah sama dengan hukum haid dalam kewajiban, dan yang gugur dari kewajiban. Ini adalah sesuatunya yang sudah yang menjadi kesepakatan ummat (ijma’) bahwa wanita yang nifas itu sama dengan wanita haid dalam semua hukum.[40]
Menurut ulama Hanafi dan Syafi’I, nifas adalah darah yang keluar setelah bersalin.Adapun darah yang keluar bersama-sama dengan keluarnya bayi ketika lahir atau sebelumnya adalah darah penyakit atau istihadhah. Darah yang keluar bersama-sama dengan keluarnya bayi hendaklah ia berwudhu’ jika ia mampu dan juga hendaklah melakukan sholat. Ulama Hanafi menambahkan, wanita itu hendaknya bertayamum dan sholat secara isyarat, dan tidak perlu melewatkan sholat.[41]
Ulama Syafi’I mengecualikan darah yang keluar sebelum masa kelairan yang bersambung dengan darah haid sebelumnya. Hal ini  berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa orang yang mengandung (hamil) dapat mengalami haid. Ini adalah menurut pendapat mereka yang ashah.Pendapat ulama Maliki mengatakan, bahwa darah yang keluar sebelum darah kelahiran adalah dihukumi sebagai darah haid.[42]
Menurut Hanbali, nifas ialah darah yang keluar sebab lahirnya bayi. Darah yang keluar dua atau tiga hari sebelum kelahiran bayi yang menyertai  tanda kelahiran, dan darah yang keluar bersama-sama dengan bayi juga dianggap sebagai sebagai darah nifas, sama seperti darah keluar setelah kelahiran.[43]
Mereka menganggap darah yang disebabkan keluarnya sebagian besar badan bayi, walaupun anak itu terputus-putus anggotanya satu demi satu, sebagai darah nifas.Begitu juga, meskipun terjadi keguguran yang bentuk rangka manusianya sudah tanpak jelas seperti ada jari atau kuku dan begitu juga darah yang keluar diantara dua anak kembar yang lahir.
Pendapat yang ashah dikalangan Imam Syafi’I mengatakan bahwa kasus anak kembar,darah yang dianggap sebagai darah nifas adalah darah dari anak kedua. Darah yang keluar setelah anak pertama adalah darah haid sekiranya ia bersambung dengan haid sebelumnya. Tetapi jika ia tidak ada hubungannya dengan darah haid sebelumnya, maka itu dihukumi sebagai darah istihadhah. Jika seorang wanita telah keguguran dalam bentuk nudhfah atau ‘alaqah kemudian keluar darah, maka darah itu bukan nifas.[44]
Adapun ulama Maliki mengatakan bahwa nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita sewaktu melahirkan bayi ataupun setelahnya, walaupun darah itu keluar diantara lahirnya anak kembar.Darah yang keluar sebelum kelahiran, untuk pendapat yang paling rajah dihukumi sebagai darah haid.Oleh karena itu, dia tidak dapat dianggap sebagai bagian 60 hari masa nifas.[45]
2. Masa Nifas
Para ulama berbeda pendapat tentang masa pendek dan masa panjang nifas.Malik berpendapat tidak ada batasan, begitu pula yang dikatakan Syafi’I.sementara Abu Hanifah dan sekelompok ulama berpendapat bahwa masanya terbatas. Abu Hanifah berpendapat masanya 15 hari sementara pengikutnya (Abu Yusuf) menilainya 11 hari dan Hasan Al Basri 20 hari.[46]
Menurut pendapat mazhab Syafi’I, masa nifas sekurang-kurangnya ialah 1 detik atau sekali keluar. Menurut imam yang lain, tidak ada batasan minimal bagi masa nifas. Sebab tidak ada dalil syara’ yang menentukannya dengan jelas.Kadang-kadang seorang perempuan melahirkan tanpa keluar darah.Seperti diriwayatkan, bahwa ada perempuan yang telah melahirkan pada masa Rasulullah tanpa mengeluarkan nifas.Wanita yang demikian dinamakan dzatuljuffuf.[47]
Menurut mazhab Syafi’I, masa nifas kebiasaannya adalah 40 hari.Masa nifas yang paling lama menurut ulama Maliki dan Syafi’I ialah 60 hari.Menurut  ulama  Hanafi dan Hanbali, masa nifas yang paling lama ialah 60 hari. Darah ayng dating lebih dari masa itu dihukumi istihadhah.Ini berdasakan kata-kata Ummu Salamah, “Pada zaman Rasulullah SAW, perempuan berada dalam nifas selama 40 hari 40 malam”.[48]
Perhitungan maksima masa nifas ( 60 hari 60 malam) itu mulai keluarnya seluruh anggota tubuh dari Rahim sempurnanya melahirkan. Dan yang dihukumi nifas adalah mulai dari keluarnya darah dengan syarat darah tersebut keluar sebelum 15 hari dari keluarnya bayi. Sehingga andai saja ada seorang ibu yang melahirkan pada tanggal 1, kemudian tanggal 5 baru keluar darah maka perhitungan nifas (60 hari 60 malam), dihitung mulai tanggal 1 dan yang dihukumi nifas mulai tanggal 5. Sedangkan waktu antara lahirnya darah dihukumi suci.[49]
3. Taqottu’ ( Terputus-putus) Darah Nifas
Apabila seorang wanita setelah melahirkan mengeluarkan darah terputus-putus maka hukumnya :
a.    Jika kesuluruhan darah keluar tidak melebihi 60 hari 60 malam dari lahirnya anak dan putusnya tidak sampai 15 hari, maka keseluruhannya dihukumi nifas.
Contoh: seorang ibu setelah melahirkan anak langsung mengeluarkan darah selama 5 hari kemudian berhenti (tidak keluar darah) selama 10 hari, keluar lagi selama 13 hari, keluar lagi selama 8 hari.
Maka, keseluruhannya dihukumi nifas.Dan disaat darah berhenti dia diwajibkan melaksanakan sholat sebagaimana orang yang suci.
b.    Jika keseluruhan darah yang keluar masih dalam masa 60 hari 60 malam dari lahirnya bayi, dan berhentinya darah mencapai 15 hari atau lebih, maka darah sebelum masa berhenti dihukumi nifas dan darah setelah berhenti dihukumi nifas dan darah setelah berhenti dihukumi haid, bila memenuhi ketentuan haid. Dan bila tidak memenuhi ketentuan haid maka dihukumi istihadhah. Sedangkan masa berhentinya darah dihukumi suci yang memisahkan antara nifas dan haid.
Contoh: seorang ibu setelah melahirkan keluar darah selama 10 hari. Kemudian berhenti 16 hari, keluar lagi selama 5 hari. Maka, darah 10 hari disebut nifas, 5 hari haid, dan masa berhentinya darah selama 16 hari disebut masa suci yang memisah antara nifas dan haid.
c. Jika darah pertama masih dalam 60 hari dari lahirnya bayi dan darah kedua diluar masa 60 hari 60 malam setelah lahirnya bayi, maka darah yang awal disebut nifas dan darah kedua disebut haid, bila memenuhi ketentuannya. Sedangkan masa-masa terputusnya darah dihukumi suci yang memisah antara nifas dan haid.
Contoh : seorang ibu setelah melahirkan langsung keluar darah selama 59 hari. Kemudian putus selama 2 hari, keluar lagi selama 5 hari.Maka 59 hari dihukumi nifas dan 5 hari dihukumi haid.Sedangkan masa terputusnya darah selama 2 hari dihukumi suci yang memisah antara haid dan nifas.[50]
4.      Masa Suci Pemisah Antara Haid dan Nifas
Masa suci pemisah antara haid dan nifas, nifas dan haid, atau nifas dan nifas yang lain, tidak disyaratkan harus ada 15 hari 15 malam.Namun bisa jadi hanya sehari semalam atau justru kurang dari satu hari. Bahkan antara haid dengan nifas tidak disyaratkan ada waktu suci  yang memisah. Hal ini berbeda dengan suci yang memisahkan antara haid dengan haid yang disyaratkan harus ada 15 hari 15 malam.[51]
a.     Contoh masa suci pemisah antara haid dan nifas: ibu hamil keluar darah 5 hari, berhenti 1 hari terus melahirkan dan keluar darah selama 40 hari, maka 5 hari dihukumi haid, 40 hari dihukumi nifas, dan 1 hari masa berhenti keluar darah dihukumi suci yang memisah antara haid dengan nifas.
b.    Contoh haid dan nifas yang tidak dipisah oleh masa suci : ibu hamil keluar darah 3 hari kemudian melahirkan dan darah terus keluar selama 40 hari. Maka, 3 hari dihukumi haid, 40 hari dihukumi nifas, dan ada tidak ada masa pemisah diantara keduanya.
c.    Contoh masa suci pemisah  antara nifas dan haid ayng diluar hitungan 60 hari masa nifas: seorang ibu melahirkan dan langsung keluar darah selama 59 hari kemudia berhenti 1 hari keluar lagi 3 hari, maka darah 59 hari dihukumi nifas, 3 hari dihukumi haid, dan masa berhentinya darah selama 1 hari dihukumi masa suci pemisah antara nifas dan haid.
d.   Contoh masa suci pemisah antara nifas dan haid yang masih dalam hitungan 60 hari masa nifas: seorang ibu melahirkan dan langsung keluar darah selama 20 hari kemudia berhenti 15 hari, keluar lagi 10 hari, maka darah 20 hari dihukumi nifas, 10 hari dihukumi haid, dan masa berhentinya darah selama 15 hari dihukumi masa suci pemisah antara nifas dan haid.
e.    Contoh masa suci pemisah antara nifas dan nifas. Seorang ibu melahirkan bayi, kemudian dalam keadaan nifas ia disetubuhi hingga ia hamil setelah nifas genap 60 hari darah berhenti selama 1 hari, kemudian ia melahirkan kedua kalinya dalam bentuk gumpalan darah dan setelah itu mengeluarkan darah. Maka, 60 hari setelah mengeluarkan bayi pertama dihukumi nifas yang pertama, masa berhenti 1 hari dihukumi asa suci pemisah antara nifas dan nifas, dan darah yang keluar setelah melahirkan yang kedua dihukumi nifas yang kedua. [52]
5.      Hukum Mengenai Haid Dan Nifas Serta Perkara Yang Diharamkan Bagi Wanita Yang Sedang Dalam Keadaan Haid Dan Nifas
Ada lima hukum yang berkenaan dengan masalah haid, yaitu:
a.   Wajib mandi apabila haid dan nifas telah berhenti. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS. Al Baqoroh :222.
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya :” Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
b.    Dengan datangnya haid, maka wanita menjadi baligh dan bertanggungjawab atas kewajiban-kewajiban syara’. Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad :
لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ امْرَأَةٍ قَدْ حَاضَتْ إِلَّا بِخِمَارٍ
Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima sholat seseorang yang sudah haid kecuali dengan tudung”
c.    Dengan selesainya iddah haid, maka seorang wanita dihukumi bersih rahimnya.
d.   Menurut pandangan ulama Hanafi dan Hanbali, tiga quru’ yang disebutkan dalam Al qur’an maksudnya adalah haid. Iddah seorang perempuan yang diceraikan dalam keadaan tidak hamil, tidak akan selesai kecuali akan selesai nya masa haid yang ketiga. Masa haid sewatu talak terjadi, tidak dihitung. Menurut ulama mazhab Maliki dan Syafi’I, quru’ artinya suci. Oleh karena itu, iddah dihitung berdasarkan masa-masa suci dan iddah berakhir dengan bermulanya haid yang ketiga. \
e.    Menurut ulama Mazhab Hanbali, orang yang melakukan hubungan badan semasa haid wajib membayar kafarat.[53]
Segala hal yang diharam bagi orang berjunub juga diharamkan bagi orang yang haid dan yang bernifas. Perkara yang diharamkan yaitu:
a.       Seluruh jenis sholat
b.      Sujud tilawah
c.       Menyentuh Al qur’an, berdasarkan QS. Al Wqi’ah : 79
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُون
Artinya ; “ Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba  yang disucikan.
d.      Membaca Al qur’an , berdasarkan  hadits Rasulullah :
لَا تَقْرَأُ الْحَا ئِضُ وَ الْجُنُبُ شيْئًا مِنَ الْقُرْأنِ
Artinya ; “seseorang  yang haid dan orang  yang  junub janganlah membaca apa pun dari Al qur’an.

e.       Masuk masjid,  dan  i’tikaf, berdasarkan sabda Rasulullah :
لَا أُحِلُّ الْمَسْجِدِ لِمَاحِضٍ وَلَا جُنُبٍ
Artinya : “Aku  tidak menghalalkan bagi orang  yang  haid  atau  junub  memasuki Masjid.
f.       Thawaf. Berdasarkan hadits nabi ;
إٍذَا حِضْتَ فَافْعَلَنِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوْفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطَهُرِيْ
Artinya   : “Apabila kamu datang haid, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang mengerjakan haji. Tetapi kamu tidak boleh thawaf di Ka’bah kecuali setelah kamu bersuci.[54]
g.      Puasa
h.      Bersuci
i.        Talak. Berdasarkan  firman Allah dalam  QS. Ath Thalaq : 1
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
Artinya : “ Wahai  Nabi! Apabila  kamu  menceraikan  istri-istrimu  maka  hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat ( menghadapi) ‘iddahnya ( yang wajar)...

j.        Bersetubuh. Berdasarkan  firman Allah dalam  QS. AL Waqi’ah : 222
فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ....
Artinya : “Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”.[55]

C.  WILADAH
1.    Definisi
Wiladah menurut bahasa yaitu melahirkan.Wiladah yaitu darah yang keluar ketika melahirkan.[56]Wiladah yaitu kelahiran anak termasuklah keguguran (sekalipun hanya berupa segumpal darah atau segumpal daging). Menurut mazhab Imam Syafi’ie, Imam Malik dan Imam Ahmad (mengikut satu riwayat darinya); wanita yang melahirkan anak atau keguguran, ia wajib mandi jika ditakdirkan tiada darah nifas yang keluar. Ini kerana dikiaskan kepada mani. Anak atau janin adalah air mani yang telah menjadi kanak-kanak. Keluarnya anak atau janin dari faraj dapat diumpamakan seperti keluar mani darinya, maka wajiblah mandi.[57]
Namun jika ada darah nifas yang keluar setelah kelahiran atau keguguran tersebut, maka hukumnya termasuk dengan hukum wanita yang kedatangan nifas dan ia hendaklah menunggu hingga kering darah nifasnya barulah mandi. Dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji (kitab Fiqh mengikut mazhab Syafi’ie), pengarangnya menjelaskan; “Kemungkinan berlaku kelahiran tanpa diikuti dengan keluarnya darah.[58]
Maka hukumnya ketika itu sama seperti hukum janabah (yakni hukum keluarnya mani yaitu wajib mandi) kerana bayi adalah hasil percampuran dari air mani lelaki dan air mani wanita. Tidak ada beda pada hukum tersebut sekalipun berbeda rupa kandungan yang dilahirkan atau cara kelahirannya. Namun jika kelahiran diikuti dengan keluarnya darah –sebagaimana yang biasa berlaku-, maka darah itu dinamakan nifas dan ia termasuk dengan hukum-hukum nifas.[59]
2.   Mandi Kerana Wiladah dan Nifas
Seorang perempuan yang telah selesai melahirkan anak mempunyai
kewajiban tertentu yaitu mandi kerana melahirkan (wiladah) dan mandi
karena nifas.
Para ulama telah ber ijma’ mengatakan bahwa wajib mandi dengan sebabkeluar darah nifas, termasuk di dalam perkara yang mewajibkan mandi ialah wiladah yaitu mandi kerana melahirkan, sekalipun melahirkan tanpa basah (darah). Begitu juga bagi perempuan yang mengalami keguguran anak, walau keguguran itu hanya berupa darah beku ('alaqah) ataupun hanya berbentuk segumpal daging (mudhghah) maka ia diwajibkan untuk mandi.
Bagi sebagian perempuan yang terpaksa menjalani operasi sesar
untuk melahirkan anak, maka biasa dikategorikan sebagai wiladah maka wajib bagi perempuan tersebut untuk melakukan mandi.Mandi kerana melahirkan dan mandi kerana nifas mempunyai perbedaan. Adapun perbedaanya adalah, darah nifas ialah darah yang keluar dari rahim perempuan setelah melahirkan anak walaupun hanya sedikit. Keluarnya darah nifas itu sebelum sampai lima belas hari setelah seseorang perempuan melahirkan anak. Jika darah itu tidak keluar setelah waktu selama lima belas hari atau lebih, maka darah yang keluar itu tidak dikatakan sebagai nifas tetapi ia merupakan darah haidh. Maka dalam hal ini perempuan tersebut diwajibkan mandi kerana nifas.
Apabila seorang perempuan melahirkan anak atau mengalami keguguran sekalipun hanya berupa darah beku ('alaqah) atau hanya berbentuk segumpal daging (mudhghah). Maka wajib bagi perempuan itu mandi kerana melahirkan (wiladah) setelah berlakunya kelahiran atau keguguran sebagaimana disebutkan.
Maka apabila seorang perempuan telah melahirkan, wajib baginya untuk mandi kerana wiladah dan wajib juga mandi nifas setelah berhenti darahnya, atau habis masa yang ditentukan yaitu empat puluh hari empat puluh malam atau paling maksima selama enam puluh hari enam puluh malam. Seharusnya wajib bagi seorang perempuan mengetahui hukum-hukum tentang mandi wiladah dan mandi kerana nifas, dan seorang suami juga harus mengetahui tentang hukum-hukum tersebut untuk mengajarkanya kepada isteri.[60]




D.  ISTIHADHAH
1. Definisi
Secara etimologi istihadhah berarti mengalir.Sedangkan menurut terminologi yaitu darah yang keluar dari kemaluan wanita karena adanya suatu penyakit diluar masa haid dan nifas.[61]
Jadi, setiap darah yang keluar sebelum masa haid atau kurang dari masa minimal haid lebih dari masa maksimal haid, lebih dari masa maksimal nifas, lebih dari hari-hari kedatangan bulan yang biasa dan melebihi masa maksimal haid atau darah yang dating dalam masa mengandung, menurut ulama Hanafi dan Haanbali semuanya itu adalah darah istihadhah.[62]
2. Cara Thaharah Wanita Musthadhah
Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa wanita yang bermusthahadhah disilahkan mengambil wudhu’ setiap sholat, sebagaimana ia disunnahkan membasuhkan darah istihadahnya setelah darah itu berhenti. Adapun jumhur (ulama Hanafi, Syafi’I dan Hanbali) berpendapat bahwa wanita yang mustahadah diwajibkan mengambil wudhu setiap kali hendak melakukan sholat, setelah ia membasuh kemaluaannya, mengikat dan memasukkan kapas di dalamnya. Kecuali jika penahanan darah itu menyakitkan ataupun dia sedang berpuasa. Hal ini berdasarkan sabdah nabi SAW kepada Hamnah ketika ia mengadu kepada Rasul tentang banyaknya darah yang keluar. Rasulullah SAW bersabda:
أنعت لك الكرسف فإنه يذهب الدم
 “Ambillah kapas dan gunakan lah, ia akan menghilangkan darah”.
Jika telah diikat secara rapi namun darah tetap keluar, tetapi tidak mengotori ikatan, maka sholatnya tidak batal. Dalil yang menunjukkan bahwa wanita mustahadah hendaklah mengambil wudhu setiap kali akan menunaikan sholat fardhu, adalah sabda Rasulullah SAW :
تدع الصلاة أيام أفرائها التي كانت تحيض فيها ثم تغتسل  وتتوضآ عند كل صلاة و تصوم و تصلي
Tinggalkan sholat pada hari-hari haid kemudian mandi dan berwudhu’lah setiap kali sholat, lakukanlah puasa dan sholat”.
Menurut ulama Maliki, Hanafi dan Hanbali mandi bagi wanita mustahadah di sunnahkan setiap kali hendak sholat.[63]
Bagi wanita yang mengalami mustahadah atau sellu hadas, seperti selalu keluar cairan keputihan dari dalam tubuh, maka ketika mau sholat harus mengikuti bebrapa aturan :
a.    Membersihkan farj dari najis yang keluar,
b.    Menyumbat farj dengan semacam kapas,
c.    Wudhu’ dengan muwallah (terus menerus), dan niatnya adalah
نَوَيت الوضوء لاستباحة الصلاة فرضا لله تعالى
Maksudnya, niat berwudhu agar diperbolehkan melakukan sholat tidak boleh dengan niat menghilangka hadas.
d.   Segera melaksanakan sholat[64]
3.    Sifat dan Warna Darah
Kuat dan lemahnya darah, dipengaruhi oleh warna dan sifat darah sebagai berikut:
Warna darah: hitam, merah, merah kekuning-kuninga, kuning, keruh. Sifat-sifat darah yaitu kental, berbau busuk/anyir, cair, tidak berbau. Jika kedua darah sama-sama meliki sifat atau warna yang mendorong kearah kuat, maka yang dihukumi darah kuat, adalah darah yang lebih banyak ciri-ciri yang mendorong kearah kuat. Contoh:
a.         Darah hitam, kental, berbau anyir, lebih kuat dibanding darah hitam, kental, tidak berbau.
b.        Darah hitam, kental, berbau anyir, lebih kuat dibanding darah hitam, cair, berbau busuk.
c.         Darah hitam, kental, berbau anyir, lebih kuat dibanding darah merah, kental, berbau busuk.[65]
4.    Pembagian Mustahadhah
Menurut mazhab Syafi’i wanita yang mengalami mustahadhah haid dibagi menjadi 7 macam. Yaitu:
a.    Mubtadi’ah al mumayyizah. Yaitu al mudtadi’ah adalah wanita yang pertama kali mengalami haid. Sedangkan al mumayyizah wanita yang dapat membedakan jenis darah, juga dapat membedakan darah yang kuat dan yang lemah[66] begitu juga darah hitam dan darah merah.
b.    Al Mubtadi’ah ghairul Mumayyizah. Yaitu  wanita yang pertama kali keluar darah merah atau haid. Tetapi ia mendapat darah-darah yang keluar itu sifatnya sama. Wanita dalam kategori ini sama hukumnya dengan wanita yang dapat membedakan darah, tetapi tidak mempunyai satu syarat tamyiz (kemampuan membedakan). Hukum darahnya adalah haidnya dikira selama 1 hari 1 malam dan sucinya selama 29 hari, jika memang wanita mengetahi waktu mulainya keluar darah. Tetapi jika ia tidak tahu awal mulanya ketika darah keluar, maka dia dianggap sebagai wanita mutakhayyirah.
c.    Al mu’tadah Mumayyizah. Yaitu wanita yang sudah pernah haid dan suci kemudian ia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid. Serta darah yang keluar dapat dibedakan antara yang kuat dan yang lemah dan memenuhi syarat-syarat mubtadi’ah mumayyizah.Menegenai hukumnya adalah sebagaimana mubtadi’ah mumayyizah. Yaitu darah kuat dihukumi haid dan darah lemah dihukumi istihadhah, dan begitu pula masalah mandinya. Namun jika antara kuat dan adat terpisah oleh masa 15 hari maka darah lemah yang jumlah sama dengan kebiasaan haidnya serta darah kuat yang keluar setelahnya dihukumi haid dan darahnya setengahnya dihukumi istihadhah.[67]
d.   Mu’tadah ghairu Mumayyizah Dzakiroh Li’adaatiha Qodron wa Waqtan. Yaitu wanita yang sudah pernah haid dan suci, kemudia dia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid. Dalam satu warna atau lebih darii satu warna akan tetapi tidak memenuhi tiga syarat mubtadi’ah mumayyizah ia ingat kebiasaan lama mulai haid yang pernah ia alami.
e.    Mu’tadah ghairu Mumayyizah Nasiyah Li’adaatiha Qadran wa Waqtan. Yaitu wanita yang sudah pernah haid dan suci, kemudian dia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid. Serta antara darah lemah dan kuat tidak bisa dibedakan (satu warna) atau bisa dibedakan (lebih dari satu warna) akan ettapi tidak memenuhi tiga syarat Mumayyizah,dan dia lupa kebiasaan mulai dan lama haid yang pernah dialaminya. Mustahdhah juga dikenal dengan Mutakhayyiroh. Maksudnya ia dalam keadaan kebingungan. Sebab hari-hari yang ia lalui mungkin haid dn mungkin suci.
f.     Mu’tadah Ghairu Mumayyizah Dzakiroh Li’adaatiha Qadran la Waqtan. Yaitu wanita yang sudah pernah haid dan suci , kemudian dia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid. Darah yang keluar tidak bisa dipilah antara darah kuat dan darah lemah ( satu warna ) atau bisa dipilah ( satu warna) akan etapi darah tersebut tidak memenuhi tiga syarat yang ada Mubtadi’ah Mumayyizah dan ia hanya ingat kebiasaan lama saat ia haid, akan tetapi ia lupa kapan ia haidnya.
g.    Mu’tadah Ghairu Mumayyizah Dzakiroh Li’adaatiha waqtan la Qadran. Yaitu wanita yang sudah pernah haid dan suci , kemudia dia mengeluarkan darah melebihi batas maksimal haid (15 hari 15 malam). Serta antara darah lemah dan kuat tidak bisa dibedakan (satu warna ) atau bisa dibedakan (lebih satu warna ) akan tetapi tidak memnuhi tiga syarat Mumayyizah. Dan ia hanya ingat kebiasaan waktu mulai nya haid, serta lupa kebiasaan lamanya haid, sebelum istihadhah.[68]
Musthahadah nifas ialah perempuan yang mengeluarkan darah nifas lebih dari 60 hari 60 malam (masa maksimal nifas). Dan pembagiannya sebagai berikut:
a.    Mubtadi’ah Mumayyizah Finnifas. Yaitu perempuan yang pertama kali nifas. Pada saat itu darah yang keluar melebihi 60 hari 60 malam. Serta antara darah kuat dan darah lemah bisa dibedakan dan darah kuat tidak lebih 60 hari 60 malam. Sedang ketentuannya, darah kuat dihukumi nifas dan darah lemah dihukumi istihadhah.
b.    Mubtadiah Ghairu Mumayyizah Finnifas. Yaitu wanita yang pertama kali nifas. Pada saat itu darah yang keluar melebihi 60 hari 60 malam. Serta antara darah kuat dan lemah tidak bisa dibedakan, atau bisa namun darah kuat lebih 60 hari 60 malam.
Sedangkan hukumnya yaitu, (1) apabila ia belum pernah haid dan suci, maka darah yang setetes pertama dihukumi nifas, 29 hari 29 malam selanjutnya dihukumi istihadhah. Kemudian sehari semalam sesudahnya dihukumi haid begitu seterusnya bergantian antara istihadhah 29 hari dan haid sehari semalam. (2) apabila ia sudah pernah haid dan suci dan ingat kebiasaan haidnya, maka yang dihukumi nifas adalah darah setetes pertama. Kemudian darah yang sama dengan kebiasaan suci dari haid dihukumi istihadhah. Dan darah yang lamanya sama dengan kebiasaan haid, dihukumi haid begitu seterusnya.
c.    Mu’tadah mumayyizah finnifas
Artinya perempuan yang sudah pernah nifas. Kemudian ia mengeluarkan darah melebihi 60 hari 60 malam. Sementara antara darah kuat dan lemah bisa dibedakan dan darah kuat tidak lebih 60 hari 60 malam.
d.   Mu’tadah ghairu mumayyizah finnifas hafidhoh li’adatiha qodron wa waqtan yaitu seorang wanita yang sudah pernah nifas. Kemudian ia mengeluarkan darah melebihi 60 hari 60 malam. Dan antara darah kuat dan lemah tidak bisa dibedakan. Sementara ia masih ingat lama dan waktu kebiasaan nifasnya. Hukumnya yaitu: (1) jika ia belum pernah haid dan suci, maka darah yang lamanya sama dengan pengadatan sifat dihukumi nifas. Kemudian darah yang lamanya 29 hari 29 malam dihukumi istihadoh dan 1 hari 1 malam dihukumi haid. Begitu seterusnya bergantian antara antara 29 hari istihadoh dan sehari semalam haid. (2) jika ia sudah pernah haid dan suci, maka darah yang lamanya samadengan nifas dihukumi nifas, yang lamanya sama dengan adat suci dari haiddihukumi istihadoh. Selanjutnya darah yang lamanya sama dengan adat haid dihukumi haid.
e.    Mu’tadah ghairu mumayyizah finnifas nasiyah li’adatiha qodron wa waqtan yaitu seorang wanita yang sudah pernah nifas. Kemudian ia mengeluarkan darah melebihi 60 hari 60 malam. Antara darah kuat dan darah lemah tidak bisa dibedakan. Sementara ia tidak ingat lama dan waktu kebiasaan nifas. Hukumnya adalah darah setetes pertama disebut nifas dengan yakin. Selanjutnya harus berhati-hati. Sehingga ia wajib mandi setiap akan shalat fardhu sampai 60 hari. Dan selanjutnya wajib wudhu tiap akan melaksanakan shalat fardhu.[69]








DAFTAR PUSTAKA

Al qardhawi, Yusuf. 2006. Fiqih Thaharah. Jakarta:Pustaka Al Kautsar. Cet.2.
Al-‘Ajuz, Munir Bin Husain. 2012. Haid dan NIfas Dalam Pandangan Madzhab Imam Syafi’I. Sukoharjo : Pustaka Arafah.
An-Nawawi. 2007. Raudhatuth Thalibinakarta: Pustaka Azzam.
Azzam. 2015. Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. Jakarta: Amzah.Cet. V.
az-Zuhaili, Wahbah. 2010.Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani. Jilid 1. Cet. 1.
Hamid, Atiqah. 2014. Buku Lengkap Fiqh Wanita,. Jogjakarta: DIVA Press. Cet. V.
Kementrian Agama Republik Indonesia.Buku Siswa Fikih Pendekatan Saintifik K 13: Madrasah Tsanawiyah VII.
Rifa’I, Moh. 2014. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Karya Tuha Putra.
Rusyd,Ibnu. 2006. Hidayatul Mujtahid. Jakarta:Pustaka Azzam.
Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo. 2003. ‘Uyunul Masa-Il Linnisa. Kediri: LBM Madrasah Hidayatul Mubtadien PP Lirboyo.




*Pemakalah Adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Semester VI Fikih B, Makalah Ini Guna Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pendalaman Materi Fikih MTS/MA Pada Hari Kamis19 April 2018
[1] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2010), Jilid 1, Cet. 1, hlm. 508.
[2] Munir Bin Husain Al-‘Ajuz, Haid dan NIfas Dalam Pandangan Madzhab Imam Syafi’I, (Sukoharjo : Pustaka Arafah, 2012), hlm. 17-18.
[3]Wahbah az-Zuhaili, Loc Cit.
[4] Munir Bin Husain Al-‘Ajuz, Op. Cit, hlm. 18.
[5]Adapun makna darah alami adalah bukan darah yang datang tiba-tiba.Akan tetapi darah yang sudah menjadi tabiat manusia. Lihat Asy Syarh Al Mumti’, Ibnu Al-Utsaimin, bab Haid dalam An-Nawawi, Raudhatuth Thalibin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 346.
[6] Atiqah Hamid, Buku Lengkap Fiqh WSSanita, (Jogjakarta: DIVA Press, 2014), Cet. V, hlm. 161.
[7]Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[8]Ialah sesudah mandi.Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
[9]Wahbah az-Zuhaili, Loc Cit.
[10]Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Karya Tuha Putra, 2014), hlm. 61.
[11] Maksudnya: anak-anak dari orang-orang yang merdeka yang bukan mahram, yang telah balig haruslah meminta izin lebih dahulu kalau hendak masuk menurut cara orang-orang yang tersebut dalam ayat 27 dan 28 surat ini meminta izin
[12] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo, ‘Uyunul Masa-Il Linnisa,( Kediri: LBM Madrasah Hidayatul Mubtadien PP Lirboyo, 2003), hlm.19-21.
[13] Darah haid adalah darah yang keluar melalui alat kelamin wanita yang sudah mencapai usia minimal 9 tahun kurang dari 16 hari kurang sedikit (usia 8 tahun 11 bulan 14 hari lebih sedikit)), dan keluar secara alami (tabiat wanita) bukan disebabkan melahirkan atau suatu penyakit pada Rahim. Dengan demikian darah yang keluar ketika wanita belum berumur 9 tahun kurang sedikit.Atau disebabkan penyakit ataupun disebabkan melahirkan tidak dinamkan darah haid. Lihat Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo, ‘Uyunul Masa-Il Linnisa,( Kediri: LBM Madrasah Hidayatul Mubtadien PP Lirboyo, 2003), hlm.15.
[14] Para ahli fikih bereda pendapat mengenai penentuan umur putus haid, karena tidak ada nash yang jelas .mereka hanya berpandu kepada kajian mengenai keadaan perempuan. Menurut ulama Hanafi, umur putus haid adalah 55 tahun.Jika setelah itu perempuan masih melihat darah yang kuat, hitam, atau merah pekat, maka darah itu adalah darah istihadhah.Menurut ulama Maliki umur putus haid adalah 70 tahun. Perempuan yang berumur diantara 50 hingga 70 hendaklah ditanya, apabila mereka mengatakan darah yang keluar dari kelaminnya adalah darah haid atau mereka meraguinya, maka darah itu dihukumi sebagai darah haid. Menurt ulama mazhab Syafii, tidak ada batasan akhir bagi umur putus haid.Selama dia hidup, maka selam itulah dia mungkin mengalami haid. Tetapi menurut kebiasaan, umur putus haid adalah pada usia 62 tahun. Ulam mazhab Hanbali menetapkan umur putus haid yaitu 52 tahun, mereka berpegang pada kata-kata Aisyah, “Apabila perempuan mencapai umur 50 tahun, maka dia telah keluar dari batasan haid. Aisyah juga mengatakan , “dia tidak mengandung lagi setelah mencapai umur 50 tahun.”
[15]Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 509.
[16]An-Nawawi, Op. Cit, hlm. 346.
[17] Munir Bin Husain Al-‘Ajuz, Op. Cit, hlm. 18.
[18] Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2015), Cet. V, hlm. 126.
[19]Ibid, hlm. 126-127.
[20]Kehijauan (khudrah) adalah sejenis warna keruh.Darah ini keluar pada wanita yang makan makanan tertentu sehingga merusak warna darahnya. Orang tua yang sudah putus haid juga akan mendapati darah yang berwarna kehijauan. Lihat Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2010), Jilid 1, Cet. 1, hlm. 511.
[21]Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 511.
[22]Ibid.
[23]Ibid.
[24] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo, Op. Cit, hlm. 24-25.
[25] Ibnu Rusyd,Hidayatul Mujtahid,(Jakarta:Pustaka Azzam, 2006) hlm. 105
[26] Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm.512
[27]Ibid
[28]Ibnu Rusyd. Op.Cit, hlm. 109-110
[29]Ibid. Hlm.110
[30]Ibid
[31]Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 512
[32]Ibid
[33]Ibid
[34]Ibid, hlm. 513
[35] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo. Op. Cit, hlm. 25
[36]Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 513-514
[37]Ibid
[38] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo. Op. Cit, hlm. 44
[39] Hamid, Buku Lengkap Fiqh Wanita, (Jogjakarta: DIVA Press, 2014), Cet. V, hlm. 170
[40]Yusuf  Al qardhawi, Fiqih Thaharah,(Jakarta:Pustaka Al Kautsar,2006), Cet.2,hlm. 379
[41]Wahbah az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 516
[42]Ibid, hlm. 517
[43]Ibid
[44]Ibid
[45]Ibid
[46]Ibnu Rusyd,Op. Cit,hlm. 109
[47]Wahbah Az Zuhaili,Loc. Cit.
[48]Ibid, hlm. 517-518
[49] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo,Op. Cit,hlm. 49
[50] Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo. Op. Cit, hlm. 50
[51]Ibid,hlm. 51
[52]Ibid, hlm. 51-53
[53]Wahbah az-Zuhaili, Loc Cit. hlm. 518-519
[54] Ibid, hlm, 520
[55]Ibid,hlm. 519-525
[56]Kementrian Agama Republik Indonesia.Buku Siswa Fikih Pendekatan Saintifik K 13: Madrasah Tsanawiyah VII.
[57]E-book, Figh Wanita Bab Darah: Wiladah dan Hukumnya.
[58]E-book, Figh Wanita Bab Darah: Wiladah dan Hukumnya.
[59]E-book, Figh Wanita Bab Darah: Wiladah dan Hukumnya.
[60]E-book, Figh Wanita Bab Darah: Wiladah dan Hukumnya.
[61]Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah. Loc. Cit,hlm. 138
[62]Wahbah Az Zuhaili.Op. Cit. hlm. 527
[63]Ibid, hlm. 528-530
[64]Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo,Op.Cit, hlm. 98-99
[65]Ibid. hlm. 70-71
[66]Darah yang lemah adalah  darah istihadhah dan darah yang kuat adalah darah haid. Dengan syarat, darah yang kuat itu keluarnya tidak kurang dari masa minimal haid (yaitu 1 hari 1 malam), juga hendaknya melebih masa maksimal (15 hari). Juga dengan syarat darah yang lemah tidak kurang dari masa minimal suci (15 hari) jika memang darah tersebut keluar terus menerus. Artinya darah itu terus keluar selama 15 hari ataupun lebih. Wahbah Az Zuhaili.Op. Cit. hlm.532.
[67] Wahbah Az Zuhaili.Op. Cit. hlm.532-533.
[68]Team Penyusun Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo,Op.Cit, hlm. 79-89.
[69]Ibid, hlm. 89-94.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALIRAN-ALIRAN YANG BERKEMBANG DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN

  ALIRAN-ALIRAN YANG BERKEMBANG DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ( ESSENSIALISME DAN EKSISTENSIALISME ) BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah t e ruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah berasal dari kebudayaan .  Essensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.   Dalam dunia pendidikan, manusia memiliki rasionalitas berpikir untuk memecahkan masalahnya, baik berupa reaksi, aksi maupun keinginan (cita-cita). Esensialisme secara umum menekankan pada pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan hakikat atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realitas. Sedangkan Kaum eksistensialis membedakan antara eksistensi dan esensi...