Batasan Ketika Melihat Tunangan
Oleh Anis Sandria
1. Bertemu dengan wanita yang sudah dikhitbah
Dalam buku Ibu Nurhayati Zein menjelaskan bahwasanya orang yang telah bertunangan boleh melakukan pertemuan apabila wanita ditemani oleh mahramnya. Hal ini jelas bahwa sanya laki-laki dan perempuan meskipun telah bertunangan tetap dilarang berkhalwat, karena ikatan pertunangan hanyalah ikatan janji akan menikah, belum merupakan ikatan perkawinan yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw:
وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال ﺳﻤﻌﺖ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺨﻄﺐ ﻳﻘﻮﻝ: «§ﻻ ﻳﺨﻠﻮﻥ ﺭﺟﻞ ﺑﺎﻣﺮﺃﺓ ﺇﻻ ﻭﻣﻌﻬﺎ ﺫﻭ ﻣﺤﺮﻡ، ﻭﻻ ﺗﺴﺎﻓﺮ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﺇﻻ ﻣﻊ ﺫﻱ ﻣﺤﺮﻡ»، ﻓﻘﺎﻡ ﺭﺟﻞ، ﻓﻘﺎﻝ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ، ﺇﻥ اﻣﺮﺃﺗﻲ ﺧﺮﺟﺖ ﺣﺎﺟﺔ، ﻭﺇﻧﻲ اﻛﺘﺘﺒﺖ ﻓﻲ ﻏﺰﻭﺓ ﻛﺬا ﻭﻛﺬا، ﻗﺎﻝ: «اﻧﻄﻠﻖ ﻓﺤﺞ ﻣﻊ اﻣﺮﺃﺗﻚ
Dari Ibnu Abbas, ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW, bersabda dalam khutbahnya: tidak boleh seorang laki-laki berada disuatu tempat hanya dengan seorang wanita, kecuali ditemani dengan seorang mahramnya. Berkata sorang sahabat: “wahai Rasulullah istriku pergi sendiri untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku tetap siap mengikuti peperangan di sana dan di sana”. Jawab Rasulullah SAW: “Pergilah kamu, dan berhajilah bersama istrimu.”
2. Melihat wanita yang telah dikhitbah
Melihat wanita yang telah dikhitbah menurut mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Syafi’iyah membolehkan laki-laki untuk melihat wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan. Yang menjadi dasar bolehnya melihat dua bagian badan itu adalah hadis Nabi dari Khalid ibn Duraik dari Aisyah menurut riwayat Abu Daud:
أن أسماء بنت ابى بكر دخل النبي صل الله علىه و سلم و علىها ثياب رقاق فأعرض عنها و قال يَا أَسْمَاءُ ان الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ لها أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا و أشار الى وجهه و كفيه.
"Asma’ binti Abi Bakar masuk ke rumah Nabi sedangkan dia memakai pakaian yang sempit, Nabi berpaling daripadanya dan berkata: Hai Asma bila seorang wanita telah haid tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini. Nabi mengisyaratkan ke muka dan telapak tangannya."
Alasan dengan muka dan telapak tangan saja, karena dengan melihat muka dapat mengetahui kecantikannya dan dengan melihat telapak tangan dapat diketahui kesuburannya. Dari penjelasan yang di paparkan di buku Ibu Nurhayati Zein ada sedikit perbedaan dengan sumber lain yang menjelaskan bahwa menurut sebagian ulama Hanafi memperbolehkan memandang kedua kaki.
Bahkan menurut mazhab Hanbali membolehkan melihat lebih dari itu, seperti leher. Ulama Hanbali juga berpendapat bahwa batas kebolehan memandang anggota tubuh wanita terpinang sebagaimana memandang wanita mahram, yaitu apa yang tampak pada wanita pada umumnya disaat bekerja di rumah, seperti wajah, kedua telapak tangan, leher, kepala, kedua tumit, dan sesamanya. Tidak boleh memandang anggota tubuh yang pada umumnya tertutup seperti dada, punggung dan sesamanya. Ulama lain, seperti al-Awza’iy boleh melihat bagian-bagian yang bedaging.
Ibn Hazm dan Daud Adz-Zhahiri berpendapat laki-laki boleh melihat wanita pinangannya secara sembunyi-sembunyi, dan boleh melihat apasaja yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita tersebut. Bahkan dalam sumber lain menyebutkan bahwa Abu Daud Adz-Zhahiri membolehkan melihat seluruh badan, kecuali dua kemaluan. Hadis yang menjadi dalil dibolehkannya melihat wanita yang dikhitbah selain wajah dan telapak tangan oleh ulama Hanbali sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas , dan oleh Daud Adz-Zhahiri yang dijelaskan dalam buku Hamid Sarong , yaitu:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ قَالَ فَخَطَبْتُ جَارِيَةً فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا مَا دَعَانِي إِلَى نِكَاحِهَا وَتَزَوُّجِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا
“dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang mendorongannya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang wanita dan aku bersembunyi disebuah tempat, hingga aku dapat melihatnya, sehingga membuatku ingin menikahinya, maka setelah itu aku menikahinya.” Hadis Hasan.
Hadis ini tidak memberi batasan sesuatu secara jelas atas bagian-bagian tubuh seperti wajah dan dua telapak tangan . hanya saja memperbolehkan untuk melihat tubuh yang tampak secara umum.
Namun penulis sendiri kurang sependapat dengan pendapat yang di kemukakan oleh Daud Adz-Zhahiri, meskipun keadaannya darurat yakni untuk kebaikan dalam berumah tangga, dan bahkan dalam syariat islam juga memperbolehkan dalam masalah khitbah untuk melihat wanita yang ingin dinikahi. Namun menurut penulis hal tersebut boleh jika masih dalam tingkat yang sewajarnya dan tidak bertentangan dengan syariat islam. Penulis khawatir jika pendapat Daud Adz-Zhahiri yang mana membolehkan melihat apasaja yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita tersebut, akan menimbulkan kemaksiatan. Penulis lebih sependapat dengan pendapat para ulama yang hanya membolehkan melihat wanita hanya wajah dan telapak tangan, karena menurut penulis dengan kedua hal tersebut sudah cukup , sebagaimana menurut para ulama yang sudah penulis jelaskan sebelumnnya. Selain itu, juga untuk menjaga marwah seorang wanita tersebut. Hal ini juga berdasarkan firman Allah SAW:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q,S An-Nur : 31)
Dalam buku Syaikh Hasan Ayyub pendapat Daud Adz-Zhahiri juga ditolak karena bertentangan dengan ayat dalam surat An-Nur tersebut. Selanjutnya bila seorang laki-laki melihat bahwa pinangannya ternyata tidak menarik, hendaklah dia diam dan tidak mengatakan sesuatu yang dapat menyakiti hatinya.
3. Bersentuhan
Meskipun telah bertunangan laki-laki dan perempuan tidak boleh bersentuhan dan berpegangan karena wanita tersebut belum halal baginya. Sebagimana sabda Rasulullah SAW:
عن عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَتِ الْمُؤْمِنَاتُ إِذَا هَاجَرْنَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُمْتَحَنَّ بِقَوْلِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (يَا أَيُّهَا النَّبِىُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لاَ يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلاَ يَسْرِقْنَ وَلاَ يَزْنِينَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ. قَالَتْ عَائِشَةُ فَمَنْ أَقَرَّ بِهَذَا مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ فَقَدْ أَقَرَّ بِالْمِحْنَةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَقْرَرْنَ بِذَلِكَ مِنْ قَوْلِهِنَّ قَالَ لَهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْطَلِقْنَ فَقَدْ بَايَعْتُكُنَّ ». وَلاَ وَاللَّهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ. غَيْرَ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ – قَالَتْ عَائِشَةُ رضي الله عنها: – وَاللَّهِ مَا أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى النِّسَاءِ قَطُّ إِلاَّ بِمَا أَمَرَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَمَا مَسَّتْ كَفُّ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَفَّ امْرَأَةٍ قَطُّ وَكَانَ يَقُولُ لَهُنَّ إِذَا أَخَذَ عَلَيْهِنَّ « قَدْ بَايَعْتُكُنَّ ». كَلاَمًا.
“Dari Aisyah R.A, istri Rasulullah SAW, bahwa sanya ia berkata, “ apabila wanita mukmin pergi berhijrah kepada Rasulullah SAW, maka mereka juga akan diuji. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa jalla : “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan sesuatupun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12). ‘Aisyah pun berkata, “Barang siapa di antara wanita-wanita mukmin yang telah menyatakan ikrar ini, maka berarti ia telah menyatakan suatu ujian dan cobaan. Pada saat wanita-wanita beriman itu telah menyatakan ikrarnya tersebut, maka Rasulullah SAW bersabda kepada mereka”sekarang pergilah kalian, karena aku telah membaiat kalian semua”. Demi Allah, ketika melakukan pembaiatan tersebut, Rasulullah SAW sama sekali tidak menyentuh tangan seorang pun dari wanita-wanita mukmin tersebut. Dengan demikian, nyatalah bahwa beliau melakukan pembaiatan itu hanya dengan ucapan saja. beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun. Aisyah berkata, “Demi Allah, Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan wanita-wanita mukmin itu kecuali dengan apa yang memang telah diperintahkan Allah. Selain itu, Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan (bersalaman) salah seorang wanita mukmin walau hanya sekalipun. Tetapi beliau membaiat mereka dengan ucapan, aku telah membai’at kalian semua, setelah itu selesai .” (Muslim 6/29).
4. Berbicara
Pasangan tunangan boleh saling berbicara, akan tetapi seorang wanita harus menjaga bahasa dan suaranya ketika berbicara. Tetapi tetap mendatangkan mahramnya. Tujuannya dengan berbicara atau berbincang-bincang sehingga mengetahui kelebihan yang ada pada wanita terpinang, baik dari segi fisik, suara, pemikiran, dan segala isi hatinya agar tumbuh rasa kecintaannya.
5. Mengirim utusan
Untuk mengenal sifat-sifat calon istri secara mendalam dan melihat bagaimana keadaan calon istrinya yang sebenarnya, calon suami boleh mengirim utusan untuk melihat wanita yang sudah menjadi tunangannya. Utusannya adalah wanita mahram dari pihak laki-laki.yang akan bertemu dan melihat langsung secara total wanita tersebut. Selain mengirim utusan juga dapat bertanya pada orang yang dapat dipercaya. Misalnya melihat siapa saja yang menjadi teman-teman pergaulannya, minta bantuan sahabat karib tempat kepercayaannya.
Diperbolehkan melihat calon pasangan tidak hanya bagi seorang pria saja tapi perempuan pun diperbolehkan melihat peminangnya agar ia menyukainya. Akan tetapi biasanya kehidupan laki-laki biasanya tampak jelas, sehingga mudah mengenalnya. Sebaliknya, kehidupan perempuan itu tersembunyi dalam arti tertutup oleh pakaiannya.
DAFTAR BACAAN
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2005. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2006. Shahih Sunan Sunan Abu Daud. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2006. Ringkasan Shahih Muslim 2. Jakarta: Pustaka Azzam.
As-Subki, Ali Yusuf. 2012. Fiqh Keluarga. Amzah: Jakarta.
Ayyub, Syaikh Hasan. Fikih Keluarga, terj. Abdul Ghoffar. 2006. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Azzam , Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. 2009. Fiqh Munakahat. Jakarta: Amzah.
Ghozali, Abdul Rahman. 2010. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Mathlub, Abdul Majid Mahmud. 2005. Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Solo: Era Intermedia.
Sarong, Hamid. 2010. Hukum Perkawinan Islam Indonesia. Banda Aceh: Pena.
Syarifuddin, Amir. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Zein, Nuhayati. 2015. Fiqh Munakahat.Pekanbaru:Mutiara Pesisir Sumatara.
BATASAN MELIHAT WANITA TUNANGAN
Komentar
Posting Komentar